Sejarah IKTL

Spread the love

Sejarah berdirinya Institut Keguruan dan Teknologi (IKTL) melalui perjalanan panjang dan tidak sedikit mengalami tantangan yang sering kali menyulutkan semangat para pendiri. Ide dasar pendirian sebuah lembaga Perguruan Tinggi di Kabupaten Flores Timur dimulai oleh suster-suster Kongregasi Pengikut Yesus (CIJ). Suster-suster CIJ bercita-cita untuk mengembalikan citra Kabupaten Flores Timur, khususnya Larantuka sebagai daerah yang menyiapkan dan menghasilkan tenaga guru yang andal bagi seluruh wilayah Flores dan secara luas bagi Nusa Tenggara Timur. Cita-cita tersebut secara khusus ditopang pula oleh kenangan dan pengalaman mengelola sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah di Waibalun oleh para suster CIJ dan awam. Sekolah-sekolah yang dimaksud seperti SMPK Pancratio Puteri yang kemudian berubah nama menjadi SMPK Ratu Damai Waibalun, SPG Puteri Waibalun yang kemudian berubah nama menjadi SMA Yohanes Paulus II Waibalun.

 Pengalaman-pengalaman dalam mengelola sekolah tersebut dan berdasarkan masukan dari masyarakat, Sr. Bibiana, CIJ, Sr. Ivonny, CIJ dan Sr. Stanisia, CIJ, mulai berdiskusi untuk mewujudkan pendirian sebuah Perguruan Tinggi di Flores Timur. Diskusi berlanjut dengan melibatkan Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Flores Timur yakni Bapak Andreas Boli Kelen guna mewujudkan cita-cita tersebut. Bapak Andreas Boli Kelen terus mendampingi para suster menyusun proposal pendirian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan disepakati menggunakan nama Henricus Leven.

Persiapan demi persiapan untuk mewujudkan cita-cita pendirian sebuah Perguruan Tinggi terus berlanjut namun sedikit terhenti karena pada saat itu, suster-suster CIJ memfokuskan diri untuk menghadirkan Universitas Terbuka di Waibalun, mengingat ada peluang terbuka yang diberikan oleh UT-UPBJJ Kupang. Akhirnya suster-suster CIJ melalui sejumlah tahapan mempersiapkan segala berkas dan menjalin kerja sama dengan pemerintah Kabupaten Flores Timur. Nota Kesepahaman selanjutnya ditandatangani pada kesempatan pembukaan rapat Para Kepala Sekolah se-Larantuka di Gedung Koperasi Gelekat Nara-Larantuka. Pada hari Senin tanggal 9 Oktober 2006, menyusul susunan anggaran yang disetujui untuk membiayai sejumlah guru Pegawai Negeri Sipil agar UT POKJAR Bina Wirawan Waibalun mempunyai kepastian adanya mahasiswa yang belajar di POKJAR Waibalun. Dukungan dari pelbagai pihak, akhirnya UT POKJAR Bina Wirawan diresmikan pada tanggal 10 Oktober 2006 bertempat di Gedung Paroki St. Ignatius Waibalun oleh Bupati Flores Timur, Drs. Simon Hayon.

Empat tahun berlalu dan ketika UT POKJAR Waibalun menjadi kuat dan mantap, cita-cita mendirikan Perguruan Tinggi kembali mencuat. Peluang menjadi lebih luas dengan diberhentikannya kuliah jarak jauh Muhanadya Kupang dan Widya Gama Malang di Larantuka oleh Bupati Flores Timur. Cita-cita ini semakin menguat dan melahirkan harapan ketika Suster Pemimpin Umum CIJ berjumpa dengan Bupati Flores Timur pada tanggal 24 April 2008. Roh pendidik dari Pendiri CIJ, Mgr. Henricus Leven terasa menjiwai para suster dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Roh yang sama tampaknya mendorong Bapak Prof. Dr. Aron Meko Mbete yang dipertemukan oleh Dr. Simon Sabon Ola, M.Hum dengan para suster, setelah selangkah bertemu dengan Bapak Dr. Puah Upa, Drs. Elias Beda, M.Pd, Dr. Felysianus Sanga, M.Pd dengan Sr. Stanisia, CIJ pada kesempatan kegiatan pelatihan sertifikasi guru di Ende tanggal 22 Desember 2008.

Diskusi terus berlanjut dengan perjumpaan Sr. Mary Florida, CIJ bersama Sr. Bibiana, CIJ dengan Dr. Felysianus Sanga, M.Pd di lobi Wisma Bina Olangari – Ende. Hasil diskusi tersebut disampaikan kepada Suster Pemimpin Umum. Gagasan ini semakin menguat karena pertemuan para suster dengan Dr. Simon Sabon Ola, M.Hum di ruang rekreasi Biara CIJ Ratu Damai Waibalun pada bulan Januari 2009. Isi pembicaraan berfokus pada materi studi kelayakan. Hasil dari pertemuan tersebut kemudian dilaporkan ke Suster Pemimpin Umum. Oleh karena salah satu syarat mendirikan perguruan tinggi adalah terlebih dahulu mendirikan yayasan, maka Pemimpin Umum menugaskan dewannya untuk merancang Struktur Organisasi Yayasan Perguruan Tinggi. Setelah Struktur Organisasi selesai dirancang, personalia yang dicantum dalam struktur diundang ke Biara Pusat CIJ di Ende untuk rapat bersama Dewan Pimpinan Pusat pada tanggal 1 Februari 2009. Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 14 Mei 2009 dibentuklah yayasan yang baru dengan nama Yayasan Perguruan Tinggi Henricus Leven dengan Akta Nomor 22.

Tanggal 1 Agustus 2009 bertempat di Aula Keuskupan Agung Kupang – Oepoi, diadakan rapat perdana para suster CIJ Waibalun dan CIJ Oepoi, Pimpinan Umum CIJ yang diwakili oleh Sr. Bibiana, CIJ dan Sr. Ivonny, CIJ bersama Bapak Felys, Bapak Simon dan Bapak Aron. Rapat tersebut menghasilkan rancangan bentuk perguruan tinggi yang akan didirikan dan nama serta program-program yang hendak dibuka serta rancangan Rencana Induk Pengembangan (RIP). Dalam kesempatan tersebut, Bapak Aron menguatkan para suster untuk terus maju meski banyak keterbatasan. Beliau menekankan kembali soal nama perguruan tinggi yang telah dirancang dalam rapat sore hari sebelumnya bahwa nama perguruan tinggi ini adalah Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka. Atas anjuran Bapak Petrus Beda dan dalam perjalanan waktu, Sr. Ivonny, Sr. Ignatio, Bapak Simon Sabon Ola, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Flores Timur dan Bupati Flores Timur berangkat ke Jakarta dengan maksud menemui Dirjen Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI), namun beliau berhalangan maka kelompok kecil ini menemui Kepala Bidang Akademik di ruang kerjanya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut antara pihak Yayasan dengan DIKTI adalah dukungan dari DIKTI agar boleh memeroses seluruh pemberkasan untuk diajukan ke DIKTI.

Pekerjaan mempersiapkan berkas dimulai dan berkat dorongan dan kerja keras dari Bapak Aron, Bapak Felys dan Bapak Simon bersama para suster dan rekan kerja lainnya, pemberkasan pertama disiapkan dan diajukan ke DIKTI di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2009. Setelah berkas pertama diajukan, Yayasan berhasrat mendirikan Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka (IKTL) dalam tahun 2009, maka setelah berkonsultasi dengan orang yang berpengalaman, staf yayasan berembuk dan merancang prospectus sederhana untuk disosialisasikan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, disepakati untuk diadakan pertemuan kembali bertempat di Kupang. Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Sr. Bibiana, CIJ dari Ende, Sr. Ivonny, CIJ dan Sr. Epifani, CIJ dari Waibalun dan para suster CIJ yang bertugas di Kupang. Selain para suster, hadir juga Dr. Sebastianus Fernandez, M.Pd, Bapak Felys, Bapak Aron, Bapak Drs. Lukas Boleng, M.Si, Bapak Drs. Aloysius Masang Kopong, M.Si, Ibu Olivia Kleden dan Dr. Dra. Theresia Yosephine Kumanireng sebagai calon rektor IKTL. Dalam rapat tersebut dilakukan revisi atas RIP dan Statuta serta program studi. Dies Natalis dipilih tanggal 8 September 2009. Sambil menanti jawaban dari DIKTI, penerimaan mahasiswa dilakukan dan dipersiapkan acara pembukaan pada tanggal 8 September 2009. Pada hari-hari menjelang tanggal delapan, datanglah berita dari DIKTI melalui Bapak Petrus Beda bahwa Yayasan dipanggil untuk segera menghadap DIKTI. Maka pada tanggal 7 September 2009 Sr. Bibiana dan Bapak Aron pun diutus menemui DIKTI. Hasil pembicaraan dengan DIKTI melalui Bapak Drs. Bambang Sarengat tersebut adalah sesuai aturan Pemerintah tahun 2009, Yayasan Perguruan Tinggi harus diganti dengan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM), maka pemberkasan harus disiapkan mengikuti aturan yang berlaku. Keesokan harinya, tanggal 8 Sptember 2009, lahirlah  Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka, dikukuhkan dengan perayaan Ekaristi, bertempat di Gereja Paroki St. Ignatius Waibalun, dipimpin oleh Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr.   Setelah pemberkasan dengan nomenklatur BHPM dihantar ke DIKTI, Yayasan menunggu tanggapan. Waktu cukup lama berlalu. Ternyata DIKTI sedang menghadapi persoalan besar, yaitu BHPM dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi dan akhirnya dibekukan.    

Komunikasi dengan DIKTI terus dibangun. Dalam perjalanan waktu, datanglah berita bahwa dibekukannya BHPM oleh Mahkamah Kostitusi. Keputusan Mahkamah Kostitusi ini berpengaruh langsung pada proses perizinan IKTL yang telah dikirim ke DIKTI dengan nomenklatur BHPM. Setelah beberapa bulan Yayasan dipanggil kembali ke DIKTI dan diminta untuk membuat pemberkasan ulang, yaitu kembali dengan nomenklatur Yayasan, bukan lagi BHPM dan dengan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM atas Akta Notaris Yayasan. Perubahan ini sangat menguras pikiran, waktu, dan tenaga untuk mengerjakan pemberkasan.

Suatu ketika datang surat dari DIKTI meminta agar Yayasan mengubah bentuk Institut menjadi STKIP dengan tiga Prodi, yaitu Pendidikan Matematika, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Pendidikan Bahasa Inggris. Betapa tidak, suster-suster stres karena mau dikemanakan mahasiswa di empat Prodi yang lain. Namun Yayasan tidak menyerah, melainkan bersiasat mengubah bentuk STKIP ke Universitas dengan nama UNIVERSITAS SEREWI NAGI (UNSENA). Pemberkasan pun dibuat dan diantar ke DIKTI. Yayasan menanti dalam waktu cukup panjang. Kemudian datang berita bahwa pendaftaran ke DIKTI untuk membuka perguruan tinggi baru harus melalui jalur online. Yayasan pun berusaha mengikuti aturan seperti itu.

Suatu ketika Pak Melkias Mekeng selaku Ketu BANGGAR DPR RI pada periode yang lalu bersedia membantu Yayasan untuk bersama-sama menemui Dirjen di Jakarta. Dengan pertemuan ini maka Dirjen mengizinkan untuk disiapkan ulang pemberkasan dengan nomenklatur Institut. Yayasan sangat bersyukur atas dizinkannya bentuk perguruan tinggi Institut sebagaimana dimaksudkan semula. Tim bekerja lagi untuk menyiapkan berkas tersebut dan mengantarnya ke DIKTI. Selanjutnya menunggu tanggapan dari Jakarta. Betapa melelahkan, harus menyiapkan pemberkasan untuk tujuh program studi sampai kesekian kalinya. Kalau mau dihitung, kertas-kertas yang terbuang sekian banyaknya, dan tentu tenaga dan uang pun tidak sedikit dikorbankan.

Pemberkasan melewati beberapa proses dengan pengisian Formulir sebanyak lima. Setelah mencapai Formulir 4 dan 5 Yayasan menyiapkan diri jika dipanggil oleh DIKTI untuk membuat presentasi di hadapan Dirjen Dikti dan stafnya. Waktu itu pun tiba. Sr. Bibiana selaku Ketua Yayasan, Ibu Intje Kleden, Pak Ambros Suban Kleden, serta Pak Simon Sabon ke Jakarta untuk presentasi IKTL. Setelah presentasi, kerja selanjutnya adalah merevisi Formulir 5. Formulir 5 ini dilakukan beberapa kali revisi. Setelah menyerahkan hasil revisi terakhir, Yayasan dijanjikan untuk divisitasi. Rencana visitasi DIKTI ke IKTL beberapa kali mengalami penundaan. Janji tersebut ditunggu-tunggu realisasinya, hingga tiba saatnya Dirjen DIKTI sendirilah yang melakukan visitasi, mengunjungi lokasi IKTL pada Juni 2013. Beliau datang ke lokasi IKTL bersama Wakil Bupati Flores Timur Bapak Valentinus Tukan, S.IP., Ketua Komisi V DPR RI Bapak Laurensius Bahang Dama, dan didampingi Sr. Epifani, CIJ, Sr. Vinsensa, CIJ, dan Bapak Vinsensius C. Lemba. Beliau ingin melihat secara langsung rencana pendirian IKTL yang telah dipersiapkan oleh YAPERTHEL. DIRJEN menjanjikan akan memberikan Izin Operasional setelah Lebaran. Janji itu pun terealisasi pada tanggal 9 September 2013 melalui penyerahan Izin Operasional pendirian IKTL dari Dirjen DIKTI kepada YAPERTHEL melalui wakil yang ditunjuk oleh YAPERTHEL, yaitu Bapak Frans Hurint. Izin Operasional tersebut bernomor 272/E/O/2013, tertanggal 18 Juli 2013. Kehadiran Izin Operasional ini merupakan berkat yang patut disyukuri, tetapi sekaligus tanggung jawab yang harus diemban oleh IKTL demi memajukan dan mengembangkan IKTL sesuai dengan visi dan misinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *