PBSI dan PBING IKTL Adakan Kelas Kolaboratif dalam Diskusi Puisi
Laporan: Ivon Aran (Mahasiswa PBSI Semester V)
IKTL, Larantuka – Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra indonesia (PBSI) kembali menggelar diskusi puisi lintas prodi pada Jumat (6/12/2024). Kegiatan ini secara langsung difasilitiasi oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HIMPROBSI). Diskusi tersebut bertempat di Ruang Kuliah PBSI, Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka (IKTL).
Kegiatan diskusi ini dimaksudkan untuk membedah dua puisi karya Bara Pattyradja yakni Di Selat Suba dan Terada Cinta Selain Kau. Lebih lanjut, tujuan utama diskusi puisi tersebut adalah untuk mendalami makna, gaya bahasa, dan pesan yang terkandung dalam puisi-puisi karya Bara Pattyradja.
Diskusi puisi ini dihadiri oleh mahasiswa PBSI, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBING), Dosen Pengampu Mata Kuliah Telaah dan Apresiasi Puisi serta dosen tamu yang sempat diundang.
Dalam sesi diskusi pertama yakni membedah Puisi “Di Selat Suba”, para peserta terlihat aktif mengajukan pertanyaan dan menyampaikan pandangan mereka. Salah seorang dosen tamu dari Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Karolus Banda Larantukan mengungkapkan kesannya tentang makna utama di balik puisi tersebut yakni soal kehati-hatian dalam mengambil sebuah tindakan.
“Apakah kita lebih menggaungkan akal dan mengesampingkan hati nurani? Puisi Bara Pattyradja ini, mengajarkan kepada kita untuk selalu lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah tindakan”, ungkap Karno Larantukan.
Pada sesi kedua, puisi yang dibahas adalah “Terada Cinta Selain Kau” yang juga merupakan karya Bara Pattyradja. Diskusi bedah puisi ini berjalan dengan lancar dan para peserta mengikutinya dengan saksama. Salah seorang mahasiswa PBSI, Ian Aran menyampaikan kesannya terkait pusi tersebut bahwa isi puisi ini sangat menyentuh tema kehidupan. Bahasanya puitis, tetapi tetap relevan dengan kehidupan dewasa ini.
Tak hanya itu, Dosen Mata Kuliah Puisi dari PBING, Fransiska Jone Mare dalam kesempatan tersebut berpendapat bahwa satu-satunya sumber cinta adalah Allah itu sendiri.
“Hanya Allah satu-satunya sumber cinta itu. Puisi Bara Pattyradja mengajarkan kepada kita untuk jangan pernah lupa akan Tuhan”, terang Fransiska Mare.
Begitu pula dengan Imelda Oliva Wissang (Dosen Pengampu Mata Kuliah Telaah dan Apresiasi Puisi) memberikan analisis mendalam tentang simbolisme dalam karya-karya Bara Pattiradja.
“Karya Bara menawarkan perspektif baru dalam menggambarkan pergulatan batin manusia. Puisi-puisinya mampu menggerakkan hati sekaligus memancing pemikiran kritis”, ungkap Suster Wilda.
Harapan dari diskusi ini adalah mampu mendorong generasi muda untuk semakin mencintai dan mendalami sastra khususnya di Flores timur.*(editor: HBW)